Doa Ibu, Keringat Ayah, dan Cahaya Ilmu: Sebuah Perjalanan dari Kesulitan ke Kesuksesan
Oleh: Erlina Audiah Lubis
Tidak semua kesuksesan lahir dari kemewahan. Ada yang tumbuh dari kesederhanaan, dari kerja keras tanpa pamrih, dari peluh seorang ayah dan doa lembut seorang ibu.
Inilah kisah nyata tentang sebuah keluarga sederhana yang hidup dalam keterbatasan, namun tak pernah menyerah untuk melihat anaknya menjemput masa depan yang lebih baik. Kini, sang anak telah berhasil menjadi Musyrifah di Ma’had Al-Jami’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan, setelah melalui perjalanan panjang penuh perjuangan dan doa.
Langkah Awal dari Kehidupan Sederhana
Kehidupan keluarga ini jauh dari kata berlimpah. Sang ayah bekerja keras setiap hari, turun ke ladang sejak pagi hingga matahari tenggelam, sementara sang ibu dengan sabar mengatur hasil kerja suaminya agar cukup untuk makan dan biaya sekolah.
Sering kali keduanya harus menahan keinginan pribadi, menunda membeli kebutuhan rumah tangga, demi satu hal: agar anak mereka tetap bisa bersekolah.
Mereka percaya bahwa pendidikan adalah jalan untuk mengubah nasib. Walau penghasilan tidak besar, mereka selalu menanamkan harapan kepada anaknya: “Belajarlah sungguh-sungguh, Nak. Kami mungkin tak punya apa-apa, tapi kami ingin kamu punya ilmu.”
Dari Sekolah Umum ke Pesantren: Langkah untuk Menguatkan Ilmu Agama
Sejak kecil, sang anak dikenal tekun belajar. Ia bersekolah di sekolah umum hingga jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs). Namun, di dalam hatinya tumbuh keinginan kuat untuk memperdalam ilmu agama. Ia ingin menjadi anak yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki pemahaman agama yang kuat dan berakhlak mulia.
Dengan restu dan dukungan penuh dari kedua orang tuanya, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di pesantren.
Awalnya, kehidupan di pesantren tidak mudah. Jauh dari rumah, terbiasa dengan disiplin ketat, dan harus belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tetapi semangatnya tidak surut. Ia yakin, bahwa jalan ini adalah pilihan terbaik untuk menuntut ilmu yang diridhai Allah.
Kasih Sayang yang Tak Pernah Putus
Setiap minggu, ayah dan ibunya datang menjenguk ke pesantren.
Mereka membawa bekal sederhana — kadang hanya nasi bungkus atau buah tangan kecil — namun di balik itu tersimpan cinta yang besar.
Kedatangan mereka selalu menjadi sumber kekuatan bagi sang anak. Senyum dan pelukan hangat dari kedua orang tuanya menghapus rasa lelah dan rindu selama di pesantren.
Meski perjalanan menuju pesantren jauh dan melelahkan, mereka tak pernah mengeluh. Hujan atau panas bukan halangan untuk melihat anak mereka sejenak, memastikan ia sehat dan tetap semangat menuntut ilmu.
Momen itu menjadi pengingat bahwa kasih orang tua tidak pernah mengenal batas, bahkan dalam keadaan sesulit apa pun.
Buah dari Doa dan Pengorbanan
Waktu berlalu, dan doa kedua orang tua itu mulai berbuah manis.
Sang anak tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, rendah hati, dan berakhlak baik. Setelah lulus dari pesantren, ia melanjutkan pendidikan ke UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan (UIN SYAHADA).
Di kampus, ia tidak hanya belajar, tetapi juga aktif dalam kegiatan keagamaan, pembinaan karakter, dan organisasi.
Karena kedisiplinan dan akhlaknya yang baik, ia dipercaya menjadi Musyrifah di Ma’had Al-Jami’ah, yaitu pembimbing bagi mahasiswi lain di lingkungan asrama.
Tugas itu bukan sekadar jabatan, tapi sebuah tanggung jawab mulia — membimbing, memberi teladan, dan menjaga suasana religius di antara para mahasiswa.
Kini, anak yang dulu belajar dengan keterbatasan telah menjadi sosok yang memberi inspirasi dan bimbingan bagi banyak orang.
Makna dari Sebuah Perjalanan
Kisah ini adalah bukti bahwa kesuksesan tidak ditentukan oleh kekayaan, melainkan oleh tekad, doa, dan kerja keras.
Sang anak mungkin berasal dari keluarga sederhana, tapi dengan restu dan doa kedua orang tua, ia mampu menembus batas yang dulu terasa mustahil.
Keringat ayah yang jatuh di tanah menjadi saksi perjuangan, doa ibu yang mengalir di malam hari menjadi cahaya penerang jalan anaknya.
Kini, setiap kali orang tuanya melihat sang anak berdiri sebagai musyrifah, membimbing teman-temannya dengan ilmu dan akhlak yang baik, air mata haru tak dapat ditahan. Semua jerih payah mereka telah terbayar lunas — bukan dengan harta, tapi dengan kebanggaan dan keberkahan.
Penutup
Kehidupan tidak selalu mudah, tetapi selalu memberi ruang bagi mereka yang mau berjuang.
Kisah ini mengajarkan bahwa doa, kerja keras, dan pendidikan adalah tiga hal yang mampu mengubah kehidupan siapa pun.
Dari ladang yang gersang dan rumah yang sederhana, lahirlah seorang anak yang membawa cahaya ilmu dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Semoga kisah ini menjadi pengingat bagi kita semua: bahwa di balik setiap keberhasilan seorang anak, selalu ada doa seorang ibu, keringat seorang ayah, dan kasih sayang yang tidak pernah padam.