Implementasi Nilai Moderasi Beragama di Ma’had Al-Jami’ah UIN Syahada Padangsidimpuan

Oleh: Sylvia Kurnia Ritonga, Lc., M.Sy (Mudirah Ma’had Al-Jami’ah UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Ma’had Al-Jami’ah merupakan salah satu pilar penting dalam pembinaan mahasantri/ah UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan (UIN Syahada). Lembaga ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal bagi mahasantri/ah tahun pertama, tetapi juga sebagai pusat pembinaan nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan. Dalam konteks implementasi kebijakan moderasi beragama yang menjadi prioritas Kementerian Agama Republik Indonesia, Ma’had berperan strategis sebagai laboratorium sosial tempat nilai-nilai moderasi dipraktikkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Tahun akademik 2025/2026 menjadi tonggak penting dalam sejarah Ma’had Al-Jami’ah UIN Syahada. Pada tahun ini, dua mahasantri/ah non-Muslim asal Pulau Nias—Reivan dan Eunike—resmi diterima dan tinggal di lingkungan Ma’had. Keputusan ini menjadi bentuk konkret penerapan prinsip inklusivitas dan toleransi dalam sistem pendidikan Islam di UIN Syahada, sekaligus pembuktian bahwa lembaga pendidikan keagamaan Islam mampu menjadi ruang pembelajaran lintas iman yang aman, harmonis, dan produktif.

Konteks Moderasi Beragama di Ma’had

Konsep moderasi beragama di lingkungan Ma’had diartikan sebagai sikap beragama yang menyeimbangkan antara komitmen terhadap keyakinan dan penghormatan terhadap keberagaman. Nilai ini diwujudkan melalui empat indikator utama sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Agama, yaitu: (1) komitmen kebangsaan, (2) toleransi, (3) anti-kekerasan, dan (4) penghargaan terhadap budaya lokal.

Keempat nilai tersebut menjadi pedoman dalam penyelenggaraan seluruh aktivitas di Ma’had, baik kegiatan keagamaan, sosial, maupun akademik. Kehadiran dua mahasantri/ah non-Muslim menjadi momentum penting untuk menegaskan bahwa moderasi beragama di Ma’had Al-Jami’ah UIN Syahada Padangsidimpuan bukan sebatas wacana, melainkan praktik hidup yang disertai dengan pembinaan etis dan kultural yang berkelanjutan.

Implementasi Moderasi dalam Kehidupan Ma’had

Penerapan nilai moderasi di Ma’had tercermin dalam beberapa aspek kehidupan sehari-hari. Pertama, penerimaan sosial dan kultural. Reivan dan Eunike tinggal di asrama bersama mahasantri/ah Muslim tanpa segregasi. Mereka mengikuti seluruh kegiatan pembinaan umum, seperti kebersihan lingkungan, pelatihan bahasa, kegiatan sosial, serta kegiatan kedisiplinan. Hanya kegiatan keagamaan Islam seperti shalat berjamaah dan bimbingan ibadah yang tidak diikuti.

Kedua, fasilitasi kebebasan beragama. Setiap hari Minggu, pihak Ma’had secara resmi memfasilitasi keduanya untuk beribadah ke gereja di pusat kota Padangsidimpuan. Fasilitasi ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap hak dasar mahasantri/ah dalam menjalankan keyakinan agama masing-masing sebagaimana diatur dalam konstitusi dan prinsip hak asasi manusia.

Ketiga, pembinaan karakter dan kesadaran pluralistik. Para muwajjih/ah (pembina) dan musyrif/ah (pembimbing) menerapkan pendekatan pembinaan berbasis keteladanan, komunikasi empatik, dan dialog antar iman. Pendekatan ini bertujuan menumbuhkan kesadaran bahwa perbedaan bukan ancaman, melainkan potensi yang memperkaya pengalaman spiritual dan sosial mahasantri/ah.

Dampak Sosial-Pedagogis

Kehadiran mahasantri/ah non-Muslim di Ma’had berdampak positif terhadap dinamika sosial dan proses pendidikan karakter. Mahasantri/ah Muslim belajar untuk menginternalisasi makna ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan), di samping ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah. Interaksi lintas iman di asrama melatih mahasantri/ah untuk bersikap empatik, toleran, dan komunikatif dalam menghadapi perbedaan.

Selain itu, kehidupan bersama dalam suasana damai juga memperkuat kesadaran spiritual mahasantri/ah. Mereka memahami bahwa religiusitas sejati tidak diukur dari eksklusivitas keyakinan, melainkan dari kemampuan untuk menghadirkan nilai kasih sayang dan kedamaian dalam kehidupan sosial. Dari sisi pembinaan, muwajjih/ah dan musyrif/ah memperoleh pengalaman baru dalam menerapkan metode edukasi inklusif berbasis moderasi beragama.

Ma’had sebagai Laboratorium Moderasi

Ma’had Al-Jami’ah UIN Padangsidimpuan kini menjadi contoh nyata dari laboratorium pendidikan moderasi beragama di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Di bawah satu atap, mahasantri/ah dengan latar belakang agama yang berbeda dapat hidup berdampingan secara damai. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan tinggi Islam mampu berfungsi sebagai ruang pembentukan karakter kebangsaan yang menghargai pluralitas.

Kehidupan di Ma’had juga memperkuat implementasi nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Lebih dari itu, pengalaman lintas iman di Ma’had memperluas wawasan mahasantri/ah tentang Islam sebagai agama yang universal, yang membawa rahmat bagi seluruh makhluk (rahmatan lil ‘alamin).

Refleksi dan Rekomendasi

Praktik moderasi beragama yang dijalankan di Ma’had Al-Jami’ah UIN Padangsidimpuan menunjukkan bahwa pembinaan mahasantri/ah melalui kehidupan berasrama dapat menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai toleransi dan humanisme religius. Namun, agar program ini berkelanjutan, diperlukan langkah-langkah penguatan, antara lain:

  1. Integrasi kurikulum pembinaan Ma’had dengan nilai-nilai moderasi beragama secara eksplisit.
  2. Pelatihan berkelanjutan bagi muwajjih/ah dan musyrif/ah dalam pendekatan komunikasi lintas iman.
  3. Pengembangan kegiatan kolaboratif mahasantri/ah yang mendorong dialog kebangsaan dan kemanusiaan.
  4. Dokumentasi dan publikasi praktik baik Ma’had Al-Jami’ah UIN Syahada sebagai model implementasi moderasi beragama di tingkat nasional.

Penutup

Kehadiran Reivan dan Eunike di Ma’had Al-Jami’ah UIN Syahada Padangsidimpuan telah menjadi pembuktian nyata bahwa pendidikan Islam dapat berjalan seiring dengan nilai keterbukaan dan penghormatan terhadap perbedaan. Moderasi beragama bukanlah kompromi terhadap prinsip iman, melainkan manifestasi dari ajaran Islam yang memuliakan manusia dan menebarkan kedamaian. Dari lingkungan Ma’had, kita belajar bahwa iman yang kuat justru melahirkan kelembutan, dan keyakinan yang kokoh tidak menutup diri dari perbedaan, tetapi memperluas cinta kepada sesama. Dengan demikian, Ma’had Al-Jami’ah tidak hanya menjadi pusat pembinaan keagamaan, tetapi juga rumah peradaban — tempat di mana generasi muda UIN Syahada belajar menjadi religius, terbuka, dan berakhlak mulia dalam keberagaman.