Menanam Pohon, Menanam Harapan: Semangat Ekoteologi dan Gerakan Green Campus

Oleh: Sylvia Kurnia Ritonga, Lc., M.Sy (Mudirah Ma’had Al-Jami’ah UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan)

Di tengah derasnya arus modernisasi dan kemajuan teknologi, sering kali manusia terlupa pada satu hal mendasar: keberlangsungan alam. Alam yang menjadi sumber kehidupan, udara yang dihirup, air yang diminum, serta bumi tempat berpijak, sejatinya adalah amanah besar dari Allah SWT. Dalam Islam, menjaga alam bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Ia adalah bagian dari ibadah dan bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta.

Gerakan Green Campus yang dicanangkan UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan merupakan salah satu wujud nyata kesadaran ekologis yang berbasis nilai-nilai keislaman. Program ini selaras dengan semangat ekoteologi yang digaungkan oleh Menteri Agama RI, Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, M.A., yaitu gerakan spiritual untuk mengembalikan kesadaran manusia terhadap hubungan harmonis antara Tuhan, manusia, dan alam. Melalui konsep ekoteologi, diharapkan setiap warga kampus mampu melihat bahwa menjaga kelestarian lingkungan bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga tanggung jawab teologis—sebuah pengamalan nyata dari ajaran tauhid dalam dimensi sosial dan lingkungan.

Menanam: Kecil di Tangan, Besar di Nilai

Kegiatan menanam pohon sering dianggap sederhana, padahal nilai spiritual dan sosialnya sangat tinggi. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

Artinya: “Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu sebagian dari hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan itu menjadi sedekah baginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa setiap pohon yang ditanam bukan hanya memberi kehidupan bagi lingkungan, tetapi juga mengalirkan pahala bagi penanamnya. Menanam berarti menabur kebaikan yang akan berlanjut, bahkan setelah manusia tiada.

Sebuah Pengalaman Pribadi: Dari Jeruk Nipis untuk Kehidupan

Nilai-nilai ini semakin terasa nyata saat mengingat pengalaman pribadi di masa pandemi Covid-19 antara tahun 2020–2021. Saat itu, ketika tubuh terasa lemah dan selera makan hilang akibat virus, banyak orang menyarankan untuk rutin meminum perasan jeruk nipis atau lemon campur madu dan sedikit garam Himalaya guna membantu memulihkan stamina dan nafsu makan. Dari situlah muncul niat sederhana: menanam jeruk nipis sendiri.

Saya masih ingat, di suatu pagi di Pasar Padang Matinggi, saya membeli jeruk nipis dengan kualitas terbaik. Saat melihat buahnya yang besar-besar, terlintas keinginan untuk membudidayakannya. Sepulang dari pasar, biji-biji jeruk nipis itu saya semai dengan penuh harap. Hari demi hari, benih-benih itu tumbuh, menghijau, dan semakin kuat. Betapa bahagianya melihat kehidupan baru muncul dari tanah yang sebelumnya gersang.

Setelah bibit mulai besar, sebagian saya pindahkan dari polibag ke tanah di sekeliling rumah dinas yang kami tempati di UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan. Karena jumlahnya cukup banyak dan lahan terbatas, beberapa bibit lainnya saya berikan kepada orang lain agar mereka juga bisa merawat dan mengambil manfaatnya. Dua tahun kemudian, tepat ketika pandemi mulai mereda, pohon-pohon itu mulai berbunga dan berbuah. Saat melihat bunga-bunga kecil bermekaran, hati ini berbinar penuh syukur—subhanallah, ternyata hampir semua pohon berbuah lebat.

Sejak saat itu, kami tidak pernah lagi membeli jeruk nipis ke pasar. Buah-buah hasil dari pohon-pohon itu kini telah dinikmati oleh banyak orang, terutama para mahasantri dan mahasantriyah Ma’had al-Jami’ah. Ketika ada yang batuk, serak, atau pilek, jeruk nipis dari kebun kecil itu menjadi pertolongan pertama alami. Sungguh menakjubkan, bagaimana sesuatu yang tumbuh dari niat kecil dan ketulusan, ternyata membawa manfaat luas bagi sesama.

Man Yazra‘ Yahsud: Siapa Menanam, Dia Menuai

Dalam pepatah Arab disebutkan: مَنْ يَزْرَعْ يَحْصُدْ ( man yazra‘ yahsud ) — “ Siapa yang menanam, ia akan menuai .” Ungkapan ini tidak hanya bermakna harfiah tentang hasil pertanian, tetapi juga mengandung filosofi hidup yang dalam. Apa pun kebaikan yang kita tanam, sekecil apa pun itu, akan kembali dalam bentuk kebaikan yang lain—baik di dunia maupun di akhirat.

Menanam bukan sekadar aktivitas fisik, melainkan ibadah yang penuh makna. Ketika sebuah pohon tumbuh, ia menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, meneduhkan, menahan air, dan menjadi rumah bagi banyak makhluk. Setiap helai daunnya menjadi saksi amal baik penanamnya. Maka tak berlebihan jika pepatah mengatakan, “Satu pohon yang kau tanam, seribu kebaikan akan kembali padamu.”

Menanam untuk Generasi dan Peradaban

Semangat menanam ini juga mencerminkan visi besar UIN Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan dalam membangun kampus berwawasan lingkungan. Gerakan green campus bukan hanya soal memperbanyak pepohonan, melainkan membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab intelektual.

Sebagai insan akademik, kita diajak untuk memadukan ilmu dengan aksi nyata—menjadikan bumi kampus bukan sekadar tempat belajar, tetapi juga laboratorium hidup untuk praktik nilai-nilai Islam dalam bentuk paling konkret. Menanam adalah zikir dalam diam, amal dalam bentuk hijau, dan sedekah yang tak pernah putus.

Penutup: Pohon-Pohon yang Berbicara

Kini, setiap kali melihat pepohonan jeruk nipis di sekitar rumah dinas yang tumbuh subur dan berbuah lebat, saya selalu teringat masa-masa awal menanamnya. Ada rasa haru sekaligus bahagia, karena dari sebuah niat kecil untuk sembuh dan berbagi manfaat, tumbuhlah kebaikan yang terus berlanjut. Buah-buahnya telah dinikmati banyak orang, menjadi obat, kesegaran, bahkan bahan pembelajaran tentang ketekunan dan keberkahan.

Dari pengalaman sederhana itu saya semakin yakin, menjaga alam berarti menjaga kehidupan, dan menanam pohon berarti menanam amal jariyah. Semoga gerakan menanam di kampus, di rumah, maupun di mana pun berada, menjadi langkah kecil namun bermakna menuju keberlanjutan bumi yang lestari dan penuh berkah — sebagaimana pesan Rasulullah SAW dalam hadisnya, bahwa setiap pohon yang tumbuh adalah sedekah yang mengalir, meski penanamnya telah tiada.